Karena Tuhan teramat adil pada tangan tangan mugil pencari mata angin. Kepada pencari celah bermagmakan kepercayaan. Kepada luka yang terlanjur dibiarkan menganga. Kepada hati yang dituangi kerinduan pada makluk lain, meski tersipu dihinggapi takut akan ketidak berdayaan tabir.
Setitik demi setitik hingga sampai akhirnya pada garis, lalu melengkung dan putus. Biarkan putus atau meyambungnya lagi? Menyambung dengan apa? atau "tak apalah putus sedikit saja, nanti tumbuh dan hadir lagi..." Entahlah aku terlalu awam untuk sekedar tau tentang rencana Tuhan.
Kesetiaan yang membuatku tak lebih dari bodoh, setia pada penantian dan rela untuk tertunda demi seuah perpisahan pada ujungnya. Hingga setahun pun bidak tak akan berubah. Entah sampai kapan pun layaknya x dan y yang tak akan pernah menyatu dan tak akan bernh terbaca meski mereka selalu berurutan dan berdekatan. Dan aku tak mampu untuk sekedar menanti.. aku lelah, lelah yang teramat..
Minggu, 28 Juli 2013
Ketika Izrail Mencabut Nyawa
Sebelas hari menuju Hari Raya. Tapi apa yang berubah dengan kita? Sudahkah kita menyegerakan sholat ketika muadzin sahut sahutan menyerukan asma-Nya bergantian tiada henti? Kalau saya sih iya, waktu bedug maghrib, bersegera mengambil mangkuk dan melahap semua yang ada di meja. Tapi tetap saja belum dengan sholat lima waktunya, apalagi sholat sunnah, dzikir ma'sturot, tilawah Al-Qur'an, mulut yang selalu saja bergosip, megeluh, menjauhkan diri dari kemaksiatan, berinfaq, saling membantu dan hal baik lainnya. Hmfff ... apa saya masih terlalu canggung untung berbuat baik?
Sudahkah saya siap ketika suatu saat nanti malaikat Izrail mencabut nyawa saya ketika saya sedang asyik ngobrol bersama sejawat saya? Pasti saya tidak mau mati konyol dalam posisi seperti itu. Maunya sih, waktu sujud saat tahajudan , Ooooh so sweet nya.
Kalau nggk sekarang, kapan lagi man kita taubatnya.. dunia udah tua. Iluminati pun dimana mana. Nggak salah deh kalau kiamat emang bergerak mendekat kita atau malah kita yang secara tidak sadar berlari mendekat sedang kita tidak dengan kondisi siap mati yaah? Entahlah.
Hmmm, Ramadhan seharusnya jadi bulan yang mempioneri sikap baik saya guna sebelas bulan kedepan hingga akhirnya Insyaalloh Ramadhan menemui kita lagi pada tahun berikutnya. Aamiin.. semoga Allah menggolongkan kita ke dalam golongan orang mukmin yang seantiasa berubah kearah kebaikan. Aamiin...
الخَاطِئَةِ بَيْنَ يَدَيْكَ. عَبِيدُكَ سِوَايَ كَثِيرٌ وَلَيسَ لِي سَيِّدٌ سِوَاكَ. لاَ مَلجَأَ وَلاَ مَنجَى مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ. أَسْأَلُكَ مَسْئَلَةَ الِمسْكِينَ. وَأَبْتَهِيْلُ إِلَيْكَ إِبْتِهَالَ الخَاضِعِ الذَّلِيْلِ. وَأَدْعُوكَ دُعَاءَ الخَائِفِ الضَّرِيْرِ. سُؤَالَ مَن خَضَعَتْ لَكَ رَقْبَتُهُ. وَرَغِمَ لَكَ أَنفُهُ وَفَاضَتْ لَكَ عَينَاهُ. وَذَلَّ لَكَ قَلْبُهُ.
“Aku mohon dengan keperkasaan-Mu dan kehinaanku agar Engkau menghiasi aku. Aku mohon kekuatan-Mu dan kelemahanku, dengan kekeyaan-Mu dan kebutuhanku kepada-Mu. Inilah ubun-ubunku yang pembohong dan penuh dosa ada di hadapan-Mu. Aku hamba-Mu, dosa-dosaku amat banyak, dan aku tidak mempunyai majikan selain Engkau. Tidak ada tempat berlindung dan lari dari-Mu melainkan kepada-Mu jua. Aku meminta kepada-Mu sebagai orang miskin; aku beribadah kepada-Mu dengan tunduk dan merendahkan diri; aku berdoa kepada-Mu dengan peresaan takut dan sabar. Aku mohon kepada-Mu sebagai permohonan orang yang lehernya tunduk kepada-Mu, patuh kepada-M, dengan air mata berderai dan hatinya hina dina”.
يَامَنْ أَلُوذُ بِهِ فِيمَا أُؤَمِّلُهُ وَمَن أَعُوْذُ بِهِ مِمَّا أُحَاذِرُهُ لاَيَجْبُرُ النَّاسُ عَظمًا أَنتَ كَاسِرُهُ وَلاَ يَهِيْضُونَ عَظْماً اَنتَ جَابِرُهُ
“Wahai Dzat yang aku berlindung kepada-Nya mengenai apa yang aku cita-citakan, wahai Dzat yang aku berlindung kepada-nya dari apa yang aku takutkan, tidak ada orang yang dapat menambal tulang yang Engkau patahkan, dan tidak ada yang dapat mematahkan tulang yang Engkau balut”.
***
http://hiszom.wordpress.com/2012/10/27/
Sabtu, 27 Juli 2013
Moga Bunda Disayang Allah*
*Moga Bunda Disayang Allah
Bunda,
Saat kami bayi, engkau orang terakhir tidur setelah dunia lelap,
bahkan boleh jadi tidak tidur, agar kami bisa nyenyak.
Dan engkau pula yang pertama kami lihat saat terjaga.
Bunda,
Saat kami kanak-kanak, engkau orang terakhir yang putus rasa sabarnya,
bahkan boleh jadi tidak pernah, walau orang2 lain telah jengkel setengah mati
Dan engkau pula yang pertama membesarkan hati.
Bunda,
Saat kami gagal, engkau orang terakhir yang berputus asa,
bahkan boleh jadi tidak pernah, meski seluruh dunia sudah berhenti berharap
Dan engkau pula yang pertama menghibur.
Bunda,
Saat kami sakit, engkau orang terakhir yang bertahan menemani,
bahkan boleh jadi tidak pernah pergi, meski sekitar telah kembali sibuk
Dan engkau pula yang pertama berbisik kabar kesembuhan.
Bunda,
Saat kami ragu2, engkau orang terakhir yang hilang keyakinan,
bahkan boleh jadi tidak pernah pergi, meski sekitar telah menyerah
Dan engkau pula yang pertama berbisik tentang janji-janji.
Walaupun,
Saat kami besar, boleh jadi engkau orang terakhir yang kami hubungi,
bahkan boleh jadi tidak pernah, karena alasan sibuk atau apalah
Walaupun,
Saat kami bahagia, boleh jadi engkau orang terakhir yang tahu,
bahkan boleh jadi benar2 amat terlambat, karena alasan tidak sempat atau apalah
Bunda,
Di antara bisik doa-doa-mu, sungguh terselip beribu nama kami
Dan boleh jadi itulah yang membawa kami hingga seperti hari ini
Engkau orang terakhir yang akan berhenti mendoakan kami,
bahkan boleh jadi tidak pernah berhenti, hingga akhir hayat.
Dan sungguh, Engkau pula orang pertama yang mengucapkan kata Amin bagi kami.
Bunda,
Saat kami bayi, engkau orang terakhir tidur setelah dunia lelap,
bahkan boleh jadi tidak tidur, agar kami bisa nyenyak.
Dan engkau pula yang pertama kami lihat saat terjaga.
Bunda,
Saat kami kanak-kanak, engkau orang terakhir yang putus rasa sabarnya,
bahkan boleh jadi tidak pernah, walau orang2 lain telah jengkel setengah mati
Dan engkau pula yang pertama membesarkan hati.
Bunda,
Saat kami gagal, engkau orang terakhir yang berputus asa,
bahkan boleh jadi tidak pernah, meski seluruh dunia sudah berhenti berharap
Dan engkau pula yang pertama menghibur.
Bunda,
Saat kami sakit, engkau orang terakhir yang bertahan menemani,
bahkan boleh jadi tidak pernah pergi, meski sekitar telah kembali sibuk
Dan engkau pula yang pertama berbisik kabar kesembuhan.
Bunda,
Saat kami ragu2, engkau orang terakhir yang hilang keyakinan,
bahkan boleh jadi tidak pernah pergi, meski sekitar telah menyerah
Dan engkau pula yang pertama berbisik tentang janji-janji.
Walaupun,
Saat kami besar, boleh jadi engkau orang terakhir yang kami hubungi,
bahkan boleh jadi tidak pernah, karena alasan sibuk atau apalah
Walaupun,
Saat kami bahagia, boleh jadi engkau orang terakhir yang tahu,
bahkan boleh jadi benar2 amat terlambat, karena alasan tidak sempat atau apalah
Bunda,
Di antara bisik doa-doa-mu, sungguh terselip beribu nama kami
Dan boleh jadi itulah yang membawa kami hingga seperti hari ini
Engkau orang terakhir yang akan berhenti mendoakan kami,
bahkan boleh jadi tidak pernah berhenti, hingga akhir hayat.
Dan sungguh, Engkau pula orang pertama yang mengucapkan kata Amin bagi kami.
Tuhan pernah mengikat kita dalam ikatan sahabat..
Bermula dari diksi yang tak saling meraba tapi kemudian bercerita tentang hidup masing masing dan akhirnya menjadi bagian bagian mimpi..
Terimakasih kalian selalu ada di setiap kondisi abu abuku..
untuk kalian yang tak pernah lelah mengingatkanku ubtuk berbuat lebih baik..
Terutuk hati yang silau akan ancaman dan perindu kebebasan tak sepihak..
Langganan:
Postingan (Atom)
Minggu, 28 Juli 2013
Biar, Tuhan Tahu Siapa yang Harus Disayang
Karena Tuhan teramat adil pada tangan tangan mugil pencari mata angin. Kepada pencari celah bermagmakan kepercayaan. Kepada luka yang terlanjur dibiarkan menganga. Kepada hati yang dituangi kerinduan pada makluk lain, meski tersipu dihinggapi takut akan ketidak berdayaan tabir.
Setitik demi setitik hingga sampai akhirnya pada garis, lalu melengkung dan putus. Biarkan putus atau meyambungnya lagi? Menyambung dengan apa? atau "tak apalah putus sedikit saja, nanti tumbuh dan hadir lagi..." Entahlah aku terlalu awam untuk sekedar tau tentang rencana Tuhan.
Kesetiaan yang membuatku tak lebih dari bodoh, setia pada penantian dan rela untuk tertunda demi seuah perpisahan pada ujungnya. Hingga setahun pun bidak tak akan berubah. Entah sampai kapan pun layaknya x dan y yang tak akan pernah menyatu dan tak akan bernh terbaca meski mereka selalu berurutan dan berdekatan. Dan aku tak mampu untuk sekedar menanti.. aku lelah, lelah yang teramat..
Setitik demi setitik hingga sampai akhirnya pada garis, lalu melengkung dan putus. Biarkan putus atau meyambungnya lagi? Menyambung dengan apa? atau "tak apalah putus sedikit saja, nanti tumbuh dan hadir lagi..." Entahlah aku terlalu awam untuk sekedar tau tentang rencana Tuhan.
Kesetiaan yang membuatku tak lebih dari bodoh, setia pada penantian dan rela untuk tertunda demi seuah perpisahan pada ujungnya. Hingga setahun pun bidak tak akan berubah. Entah sampai kapan pun layaknya x dan y yang tak akan pernah menyatu dan tak akan bernh terbaca meski mereka selalu berurutan dan berdekatan. Dan aku tak mampu untuk sekedar menanti.. aku lelah, lelah yang teramat..
Ketika Izrail Mencabut Nyawa
Sebelas hari menuju Hari Raya. Tapi apa yang berubah dengan kita? Sudahkah kita menyegerakan sholat ketika muadzin sahut sahutan menyerukan asma-Nya bergantian tiada henti? Kalau saya sih iya, waktu bedug maghrib, bersegera mengambil mangkuk dan melahap semua yang ada di meja. Tapi tetap saja belum dengan sholat lima waktunya, apalagi sholat sunnah, dzikir ma'sturot, tilawah Al-Qur'an, mulut yang selalu saja bergosip, megeluh, menjauhkan diri dari kemaksiatan, berinfaq, saling membantu dan hal baik lainnya. Hmfff ... apa saya masih terlalu canggung untung berbuat baik?
Sudahkah saya siap ketika suatu saat nanti malaikat Izrail mencabut nyawa saya ketika saya sedang asyik ngobrol bersama sejawat saya? Pasti saya tidak mau mati konyol dalam posisi seperti itu. Maunya sih, waktu sujud saat tahajudan , Ooooh so sweet nya.
Kalau nggk sekarang, kapan lagi man kita taubatnya.. dunia udah tua. Iluminati pun dimana mana. Nggak salah deh kalau kiamat emang bergerak mendekat kita atau malah kita yang secara tidak sadar berlari mendekat sedang kita tidak dengan kondisi siap mati yaah? Entahlah.
Hmmm, Ramadhan seharusnya jadi bulan yang mempioneri sikap baik saya guna sebelas bulan kedepan hingga akhirnya Insyaalloh Ramadhan menemui kita lagi pada tahun berikutnya. Aamiin.. semoga Allah menggolongkan kita ke dalam golongan orang mukmin yang seantiasa berubah kearah kebaikan. Aamiin...
الخَاطِئَةِ بَيْنَ يَدَيْكَ. عَبِيدُكَ سِوَايَ كَثِيرٌ وَلَيسَ لِي سَيِّدٌ سِوَاكَ. لاَ مَلجَأَ وَلاَ مَنجَى مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ. أَسْأَلُكَ مَسْئَلَةَ الِمسْكِينَ. وَأَبْتَهِيْلُ إِلَيْكَ إِبْتِهَالَ الخَاضِعِ الذَّلِيْلِ. وَأَدْعُوكَ دُعَاءَ الخَائِفِ الضَّرِيْرِ. سُؤَالَ مَن خَضَعَتْ لَكَ رَقْبَتُهُ. وَرَغِمَ لَكَ أَنفُهُ وَفَاضَتْ لَكَ عَينَاهُ. وَذَلَّ لَكَ قَلْبُهُ.
“Aku mohon dengan keperkasaan-Mu dan kehinaanku agar Engkau menghiasi aku. Aku mohon kekuatan-Mu dan kelemahanku, dengan kekeyaan-Mu dan kebutuhanku kepada-Mu. Inilah ubun-ubunku yang pembohong dan penuh dosa ada di hadapan-Mu. Aku hamba-Mu, dosa-dosaku amat banyak, dan aku tidak mempunyai majikan selain Engkau. Tidak ada tempat berlindung dan lari dari-Mu melainkan kepada-Mu jua. Aku meminta kepada-Mu sebagai orang miskin; aku beribadah kepada-Mu dengan tunduk dan merendahkan diri; aku berdoa kepada-Mu dengan peresaan takut dan sabar. Aku mohon kepada-Mu sebagai permohonan orang yang lehernya tunduk kepada-Mu, patuh kepada-M, dengan air mata berderai dan hatinya hina dina”.
يَامَنْ أَلُوذُ بِهِ فِيمَا أُؤَمِّلُهُ وَمَن أَعُوْذُ بِهِ مِمَّا أُحَاذِرُهُ لاَيَجْبُرُ النَّاسُ عَظمًا أَنتَ كَاسِرُهُ وَلاَ يَهِيْضُونَ عَظْماً اَنتَ جَابِرُهُ
“Wahai Dzat yang aku berlindung kepada-Nya mengenai apa yang aku cita-citakan, wahai Dzat yang aku berlindung kepada-nya dari apa yang aku takutkan, tidak ada orang yang dapat menambal tulang yang Engkau patahkan, dan tidak ada yang dapat mematahkan tulang yang Engkau balut”.
***
http://hiszom.wordpress.com/2012/10/27/
Sabtu, 27 Juli 2013
Moga Bunda Disayang Allah*
*Moga Bunda Disayang Allah
Bunda,
Saat kami bayi, engkau orang terakhir tidur setelah dunia lelap,
bahkan boleh jadi tidak tidur, agar kami bisa nyenyak.
Dan engkau pula yang pertama kami lihat saat terjaga.
Bunda,
Saat kami kanak-kanak, engkau orang terakhir yang putus rasa sabarnya,
bahkan boleh jadi tidak pernah, walau orang2 lain telah jengkel setengah mati
Dan engkau pula yang pertama membesarkan hati.
Bunda,
Saat kami gagal, engkau orang terakhir yang berputus asa,
bahkan boleh jadi tidak pernah, meski seluruh dunia sudah berhenti berharap
Dan engkau pula yang pertama menghibur.
Bunda,
Saat kami sakit, engkau orang terakhir yang bertahan menemani,
bahkan boleh jadi tidak pernah pergi, meski sekitar telah kembali sibuk
Dan engkau pula yang pertama berbisik kabar kesembuhan.
Bunda,
Saat kami ragu2, engkau orang terakhir yang hilang keyakinan,
bahkan boleh jadi tidak pernah pergi, meski sekitar telah menyerah
Dan engkau pula yang pertama berbisik tentang janji-janji.
Walaupun,
Saat kami besar, boleh jadi engkau orang terakhir yang kami hubungi,
bahkan boleh jadi tidak pernah, karena alasan sibuk atau apalah
Walaupun,
Saat kami bahagia, boleh jadi engkau orang terakhir yang tahu,
bahkan boleh jadi benar2 amat terlambat, karena alasan tidak sempat atau apalah
Bunda,
Di antara bisik doa-doa-mu, sungguh terselip beribu nama kami
Dan boleh jadi itulah yang membawa kami hingga seperti hari ini
Engkau orang terakhir yang akan berhenti mendoakan kami,
bahkan boleh jadi tidak pernah berhenti, hingga akhir hayat.
Dan sungguh, Engkau pula orang pertama yang mengucapkan kata Amin bagi kami.
Bunda,
Saat kami bayi, engkau orang terakhir tidur setelah dunia lelap,
bahkan boleh jadi tidak tidur, agar kami bisa nyenyak.
Dan engkau pula yang pertama kami lihat saat terjaga.
Bunda,
Saat kami kanak-kanak, engkau orang terakhir yang putus rasa sabarnya,
bahkan boleh jadi tidak pernah, walau orang2 lain telah jengkel setengah mati
Dan engkau pula yang pertama membesarkan hati.
Bunda,
Saat kami gagal, engkau orang terakhir yang berputus asa,
bahkan boleh jadi tidak pernah, meski seluruh dunia sudah berhenti berharap
Dan engkau pula yang pertama menghibur.
Bunda,
Saat kami sakit, engkau orang terakhir yang bertahan menemani,
bahkan boleh jadi tidak pernah pergi, meski sekitar telah kembali sibuk
Dan engkau pula yang pertama berbisik kabar kesembuhan.
Bunda,
Saat kami ragu2, engkau orang terakhir yang hilang keyakinan,
bahkan boleh jadi tidak pernah pergi, meski sekitar telah menyerah
Dan engkau pula yang pertama berbisik tentang janji-janji.
Walaupun,
Saat kami besar, boleh jadi engkau orang terakhir yang kami hubungi,
bahkan boleh jadi tidak pernah, karena alasan sibuk atau apalah
Walaupun,
Saat kami bahagia, boleh jadi engkau orang terakhir yang tahu,
bahkan boleh jadi benar2 amat terlambat, karena alasan tidak sempat atau apalah
Bunda,
Di antara bisik doa-doa-mu, sungguh terselip beribu nama kami
Dan boleh jadi itulah yang membawa kami hingga seperti hari ini
Engkau orang terakhir yang akan berhenti mendoakan kami,
bahkan boleh jadi tidak pernah berhenti, hingga akhir hayat.
Dan sungguh, Engkau pula orang pertama yang mengucapkan kata Amin bagi kami.
Tuhan pernah mengikat kita dalam ikatan sahabat..
Bermula dari diksi yang tak saling meraba tapi kemudian bercerita tentang hidup masing masing dan akhirnya menjadi bagian bagian mimpi..
Terimakasih kalian selalu ada di setiap kondisi abu abuku..
untuk kalian yang tak pernah lelah mengingatkanku ubtuk berbuat lebih baik..
Terutuk hati yang silau akan ancaman dan perindu kebebasan tak sepihak..
Langganan:
Postingan (Atom)